Jumat, 23 September 2011

SIKAP MENTAL POSITIF

SMP yang saya maksud bukan kepanjangan dari Sekolah Menengah Pertama, tapi Sikap Mental Positif.

Kata-kata, seperti tidak bisa, susah, payah, adalah pernyataan yang menularkan rasa pesimis. Kata-kata dan pernyataan seperti itu hanya bisa diucapkan setelah sesuatu itu dilakukan berulang-ulang dengan gigih. “Kalau dalam pelajaran Ilmu Pasti (matematika), sesulit apapun sesuatu soal, pasti ada jawabannya,” demikian kata guru saya.

Saya membaca sebuah buku panduan yang bermuatan materi pengkaderan yang menjelaskan Sikap Mental Positif. Ilustrasinya sangat sederhana, ketika anda ditanya bagaimana kabar? Kalau jawaban anda payah, susah, maka itu adalah sikap mental negatif. Bahkan jawaban “biasa” termasuk sikap mental negatif, sebab “biasa” mengandung arti tidak ada kemajuan, tetap begitu saja, sama dengan kemarin, tidak beranjak maju.

Pada saat seseorang pada hari ini tidak mengetahui sesuatu ilmu, kemudian besoknya dia sudah menambah satu pengetahuan, entah dari membaca, berdiskusi, maka artinya dia sudah ada peningkatan. Apalagi pengetahuannya sudah dipraktekan untuk kepentingan masyarakat. Dia tidak sama lagi dengan kemarin. Berarti dia sudah mempraktekan sikap mental positif.

Sebuah kisah mengenai seorang penjaga gawang kesebelasan sepak bola yang sudah dijelaskan oleh dokter bahwa umurnya hanya sisa beberapa hari lagi. Besoknya sang penjaga gawang memperkuar kesebelasannya. Tetap saja dia berusaha bermain sebaik mungkin, walaupun dia tahu bahwa umurnya hanya sisa beberapa hari. Itu namanya Sikap Mental Positif.

Kita mungkin terheran-heran setelah mengetahui bahwa Pahlawan Nasional Tan Malaka yang berkeliling dunia bukan melakukan darmawisata karena kelebihan uang, tapi berjuang untuk kemerdekaan bangsanya. Ketika pulang ke Indonesia beliau dapat menulis buku tebal (Madilog). Buku tersebut bukan ditulis pakai mesin komputer atau laptop sambil diiringi lagu merdu, tapi ditulis dengan pena dan alat penerangan lampu botol. Kalau kehabisan uang makan, Tan Malaka pergi bekerja sebagai kuli bangunan. Tan Malaka orang yang bersikap mental positif.

Buya Hamka dalam penjara sanggup menulis Tafsir Azhar berjilid-jilid. Dan Hamka sangat bersyukur masuk penjara, karena kalau di luar penjara disebabkan kesibukan lain, tafsir Al Azhar ditaksir harus diselesaikan dalam tempo 20 tahun. Hamka juga orang yang bermental positif.

Mungkin saja ada yang berargumentasi bahwa terbentuknya watak generasi 28 dan 45 itu disebabkan tantangan dan himpitan zaman. Boleh saja argumentasi itu, dan ada benaranya. Tapi yang harus jujur diakui bahwa para pendahulu kita adalah manusia-manusia yang tahu makna dari Sikap Mental Positif. Bukan generasi super mi, mau gampangnya, mau enaknya, mau cepat dan tidak mau capek.

Untuk membangun negeri ini bukan hanya diperlukan kecerdasan intelektual, tapi sikap mental positif dari semua elemen sangat diperlukan.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar